PERAN BUDAYA POSITIF DALAM MENDUKUNG PEMBELAJARAN YANG BERKUALITAS
Oleh: ADE SUHARTO, S.Pd.
CGP ANGKATAN 9, SMP NEGERI 4 SUMBERJAYA KABUPATEN MAJALENGKA
———————————————————————————————————————
Suasana positif sangat mendukung dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif. Karena dengan suasana yang positif, murid dan guru akan menemukan suatu kondisi pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga proses pembelajaran dapat berjalan tanpa adanya suatu beban, tetapi menjadi suatu kebutuhan. Suasana positif juga akan membantu menggerakkan moral yang positif bagi murid, sehingga karakter murid tidak hanya terbentuk dari akademik atau intelektualnya saja tetapi juga dari lingkungan yang ada.
Dalam membangun budaya positif, kita meninjau lebih mendalam tentang strategi yang menumbuhkan lingkungan yang positif di sekolah untuk mendukung pembelajaran yang berkualitas. Dengan cara melakukan berbagai upaya dan refleksi serta menerapkan tawaran strategi dalam praktik disiplin, kesungguhan mengontrol murid, menjalankan dalam menerapkan budaya positif. Dengan adanya konsep budaya positif akan sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan dalam rangka mewujudkan merdeka belajar. Budaya positif meliputi 6 hal yaitu perubahan paradigma stimulus respon, konsep disiplin positif, keyakinan kelas, pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia, lima posisi kontrol, dan segitiga restitusi.
Budaya positif akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna apabila setiap komponen konsep dilaksanakan dan disesuaikan dengan kondisi, karena pendidik akan memperhatikan beberapa hal berikut terkait dengan konsep budaya positif yaitu:
Pertama, perubahan paradigma stimulus respon, Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.
Kedua, konsep disiplin positif, Merupakan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan merek. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Ada tiga motivasi perilaku manusia yaitu untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, dan yang terakhir yang datang dari di sendiri yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Ketiga, keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibentuk berisi peraturan-peraturan yang bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan pada umumnya, yang lebih rinci dan konkrit. Rincian keyakinan kelas sebagai berikut: Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal, pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif, keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas, keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan, semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas dan bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Keempat, pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia Setiap tindakan atau perilaku yang dilakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas. Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Kelima, lima posisi kontrol. Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer.
Keenam, segitiga restitusi yang terdiri dari tiga sisi yaitu menstabilkan identitas (Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan), validasi tindakan yang salah (Semua perilaku memiliki alasan) dan menanyakan keyakinan (Kita semua memiliki motivasi internal).
Konsep budaya positif ini harus dipahami dan dilaksanakan oleh semua warga sekolah untuk diterapkan di lingkungan sekolah. Banyak hal penting ketika budaya positif ini diterapkan antara lain: penghargaan terhadap keunikan peserta didik lebih dihargai, disiplin diri bukan lagi diartikan hukuman, akan tetapi lebih pada proses belajar, melihat perilaku perilaku peserta didik dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya, menghargai setiap perilaku peserta didik memiliki tujuan, mewujudkan merdeka belajar dengan menyusun keyakinan kelas dibentuk bersama, disepakati bersama dan untuk ditaati bersama dan lebih memahami bahwa sumber alasan perilaku manusia adalah untuk menghindari ketidaknyamanan, untuk mendapat imbalan/ penghargaan dan menjadi orang yang diinginkan sesuai nilai yang mereka percaya.
Dengan budaya positif yang diterapkan di sekolah, yang sesungguhnya adalah menerapkan keberpihakan kepada murid, semoga kualitas pembelajaran lebih meningkatkan sesuai yang kita harapkan semua.
Posting Komentar untuk "PERAN BUDAYA POSITIF DALAM MENDUKUNG PEMBELAJARAN YANG BERKUALITAS"